Sejarah Peunayong



Peunayong berasal dari kata Peumayong yang berarti tempat berteduh, karena pada tempo dulu daerah ini banyak ditumbuhi pohon-pohon besar yang sangat rimbun sampai ke daerah Ujong Peunayong (saat ini Gampong Lampulo) yang menjadi tempat persinggahan. Berawal dari sinilah masyarakat menjuluki kata Peumayong menjadi Peunayong, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam pengejaan kata oleh sebagian besar masyarakat sehingga lebih mudah menyebutnya Peunayong. Penyebutan ini terus melekat dan menjadi kebiasaan bagi masyarakat setempat dan sekitarnya.

Wilayah Gampong Peunayong tempo dulu sampai ke Gampong Lampulo yang dulunya disebut Ujong Peunayong. Gampong Peunayong telah dimekarkan menjadi 5 (lima) gampong administratif yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kuta Alam diantaranya adalah Gampong Mulia, Gampong Lampulo, Gampong Lam Dingin, Gampong Laksana dan Gampong Keuramat. Sejak dulu Peunayong memang telah menjadi daerah internasional. Pada zaman kepemimpinan Sultan Iskandar Muda daerah ini dijadikan sebagai kota “spesial”. Julukan spesial karena Sultan memberikan rasa aman kepada para tamu yang datang ke daerah ini, bahkan tak jarang Sultan juga menjamu para tamu kerajaan yang datang dari Eropa maupun Tiongkok.

Hubungan Aceh dan Tiongkok semakin kuat ketika Laksamana Cheng Ho melakukan kunjungan ke Kerajaan Samudera Pasai di Utara Aceh pada tahun 1415. Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam disambut baik bagaikan keluarga. Bahkan bukti kedekatan tersebut hingga saat ini masih ada bukti sebuah lonceng yang berada di Komplek Museum Aceh yang dikenal dengan Lonceng Cakradonya. Tidak hanya pada saat zaman kesultanan saja, tetapi keberadaan Peunayong tetap dipertahankan sampai pada zaman penjajahan Belanda, dimana daerah ini sengaja di desain dan dibangun dengan konsep kampung pecinan yang sampai saat ini masih terlihat sejumlah bangunan peninggalan tempo dulu sebagai saksi bisu kemegahan Aceh pada masa lampau.

Pada tanggal 26 Desember 2004 tsunami menyapu daratan Aceh, Peunayong termasuk salah satu daerah yang tersapu gelombang yang maha dahsyat tersebut. Kawasan ini lumpuh total, puing-puing bekas bangunan berserakan. Mayat bergelimpangan. Peunayong berubah menjadi kota mati. Para penghuninya memilih mengungsi ke propinsi tetangga, Sumatera Utara dan daerah lainnya. Namun kini kondisi Peunayong semakin tertata rapi dengan taman pohon rindang yang tumbuh di sepanjang median jalan. Bahkan kehidupan pedagang pun semakin menggeliat. Sebagai basis dari etnis Tionghoa, Peunayong memang menjadi pusat perdagangan di Kota Banda Aceh sampai dengan saat ini.




Peunayong

Alamat
Jl. H. T. Daudsyah No. 67 Jurong Garuda Gampong Peunayong Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, 23122
Phone
Telp. 0651 - 7554635, Keuchik 0852 xxxx xxxx, SekDes 085270858522
Email
[email protected], [email protected]
Website
kutaalampeunayong.sigapaceh.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website ini atau Sistem Kami Saat Ini.

Total Pengunjung

17.974